JAKARTA - Sungguh, Linda Rahman benar-benar berniat mengerahkan 500 krunya berdemo jika adegan yang berisi kata-kata kasar dalam film Bidadari Badung jadi disensor.
“Pokoknya saya enggak mau tahu. Apa dulu alasannya. Lalu pihak badan sensor ada solusi, enggak? Kalau masuk akal, saya terima,” ujarnya ketus ditemui di Jalan Dermaga Raya 116, Duren Sawit, Jakarta Timur, Rabu (30/12/2009).
Linda benar-benar kecewa dengan tindakan Lembaga Sensor Film (LSF) yang memotong adegan di mana ada dialog yang mengeluarkan kata-kata kasar. Menurutnya, justru itulah potret dari realita kehidupan anak jalanan Jakarta.
“Enak banget main potong saja, karena maksudnya itu yang penting. Kalau enggak, saya demo satu tim produksi yang jumlahnya 500 orang,” ancamnya.
Penggarapan film ini diakui ikut didukung oleh Meutia Hatta dan juga Ryas Rasyid. Dukungan moral ini, menurut Linda, adalah bukti jika film yang mengangkat tema realita hidup ini memang layak untuk ditayangkan.
“Ini kan sebentar lagi mau launching di bulan Januari. Pihak bioskopnya sendiri minta cari solusi terbaik. Di Malaysia dan Singapura film ini di terima. Kenapa di sini malah ditolak,” urainya.
Meskipun bisa saja Linda menyetujui untuk diputar di luar negeri terlebih dahulu, namun dia tidak mau hal itu terjadi. Dia berargumen jika adegan yang menggunakan kata-kata yang dianggap kasar itu tetap layak tayang.
“Bukan adegan seks yang dipermasalahkan, tapi adegan yang menggunakan kata-kata yang dianggap terlalu kasar. Itu yang dianggap tidak layak tayang,” jelasnya.
Memang di dalam film Bidadari Jakarta ini ada adegan pemerkosaan, tapi tidak ditampilkan secara vulgar. “Yang saya jual bukan adegannya, tapi cerita yang nyata,” tegas Linda.
(nov)
sumber :
0 comments:
Post a Comment